Eksploitasi seksualitas secara besar-besaran membuat media kehilangan idealismenya sebagai control sosial. Realita inilah yang saat ini tengah menimpa media di Indonesia. Media seperti tv, majalah, Koran, dan internet saat ini tengah berlomba-lomba mengelar berbagai hiburan berbau porno. Kebanyakan media tersebut lebih mementingkan keuntungan daripada dampak negatif yang akan timbul. Padahal implikasi dari pornografi dan pornoaksi dalam sebuah media cetak maupun elektronik sangatlah besar. Terutama media elektronik berupa televisi, yang saat ini dapat di nikmati oleh berbagai macam lapisan mayarakat. Terkadang televisi selalu menunjukan sesuatu secara berlebihan dan tidak sesuai dengan realitas yang ada. Pemilik industri pertelevisian menganggap hal ini adalah kebebasan berekpresi dan berkreatifitas. Namun bukankah ‘’kreatifitas’’ semacam ini cenderung ekploitatif yang dapat merusak citra Indonesia sebagai Negara yang beradap dan bermartabat.
Dalam hal ini kalangan remaja sering menjadi korban dari tayangan televisi yang mengobral seksualitas. Remaja sealalu ingin tahu dan mencoba apa yang mereka dengar dan lihat. Televisi yang seharusnya memberi informasi, pendidikan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas saat ini justru hanya memberi hiburan bersifat mesum yang dapat merusak moral remaja. Padahal remaja adalah manusia yang masih sangat rentan terhadap pengaruh, terutama oleh media .
Tayangan televisi seperti opera sabun dan video klip misalnya sedikit banyak juga telah mempengaruhi gaya hidup remaja saat ini. Karena opera sabun atau yang akrab di sebut sinetron banyak menunjukan gaya hidup ala metropolitan yang serba bebas. Begitu juga dengan video klip yang di tayangkan secara bebas dan sering menunjukkan hal-hal terlewat batas. Contohnya seperti berpakaian terlalu minim dan menunjukkan kemesraan dengan lawan jenis di depan umum secara berlebihan. Hal seperti inilah yang kemudian diadopsi oleh para remaja dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya berhenti sampai disitu, tayangan lain seperti berbagai macam varietyshow yang saat ini tengah menjamur juga tak lupa memasukan unsur seksual dalam setiap segmenya meskipun acaranya berlatar belakang komedi. Kebanyakan ditayangkan justru pada jam prime time ketika banyak remaja dan anak-anak sedang menghabiskan waktu di depan televisi. Bukankah hal seperti ini menyalahi UU No.32 Tahun 2002 tentag penyiaran. Disebutkan dalam Bab IV , bagian pertama, pasal 36, ayat 5, poin B, tentang isi siaran yang berbunyi ‘’isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah gunaan narkoba,dan obat terlarang’’. Undang-undang ini seharusnya sudah cukup jelas untuk di jadikan sebagai referensi oleh para pelaku industri televisi agar tidak kebablasan dalam menyiarkan program-programnya. Namun sayangnya undang-undang penyiaran tersebut selama ini hanya dipandang sebelah mata dan tak pernah dihiraukan keberadaanya, sehingga banyak acara televisi yang masih mengedepankan unsur seksualitas.
Padahal penikmat acara televisi khususnya remaja mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang bersifat negatif daripada hal-hal yang bersifat positif. Mereka tak hanya meniru cara berpakaian ataupun bertingkah laku, bahkan remaja sering mengaplikasikanya untuk melakukan perbuatan di luar control, seperti tindakan kriminal yaitu pelecehan seksual dan tindakan-tindakan amoral lainya. Tak heran saat ini banyak beredar video porno yang dilakukan oleh anak usia SMA. Sunguh ironis, karena remaja adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar . Menurut remaja seks adalah sesuatu yang bebas di lakukan oleh siapa saja dan dimana saja, seks adalah sesuatu yang menyenangkan dan bebas dari resiko. Parahnya lagi mereka menganggap bahwa semua remaja seumur mereka melakukan seks pranikah. Tentu saja ini adalah sebuah kebohongan yang di ciptakan oleh para remaja itu sendiri. Semua ini terjadi karena para remaja mendapatkan pemahaman yang salah tentang seks melalui media. Padahal seks pranikah sangat rentan terhadap penyakit seks menular seperti HIV/AIDS dan juga kehamilan diluar nikah. Bahkan menurut hasil survey BKKBN (badan koordinasi keluarga berencana nasional) 60 persen remaja di Indonesia melakukan hubungan seks diluar nikah dan yang lebih memprihatinkan 21 persenya melakukan aborsi. Untuk mengatasi semua ini diperlukan pendidikan seksual secara bertahap dan juga penanaman nilai-nilai agama. Selain juga harus adanya pembatasan untuk melihat tayangan-tayangan televisi yang sifatnya mengeksploitasi seksualitas secara berlebihan.
Namun Para penikmat acara televisI justru marasa memiliki kebanggaan tersendiri ketika mereka dapat bergaya bak bintang opera sabun ataupun pemandu acara variety show yang mengenakan pakaian mini. Apalagi saat ini minat masyarakat untuk mengkonsumsi televisi semakin tinggi. Mengingat ini semua seharusnya media massa khususnya televisi lebih banyak menyuguhkan tayangan yang layak untuk dinikmati, Agar tak ada lagi dampak yang lebih buruk bagi remaja penerus bangsa. Karena semakin banyak tayangan yang mengeksploitasi seksualitas bukankah para remaja akan semakin berani untuk mencoba seks di usia muda. Oleh karenanya untuk kedepanya televisi diharapkan mampu menyuguhkan tayangan bermutu yang tak hanya menguntungkan dari segi ekonomi tetapi tetap mempertahankan idealismenya sebagai media informasi yang mendidik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar